ESAI : NASIONALISME
DIBALIK KETAJAMAN BAMBU RUNCING
Berkat
tajamnya bambu runcing tersebut kini kita dijuluki si macan Asia. Namun julukan
tak selamanya berbarengan dengan fakta. Julukan yang seharusnya menjadi sebuah
nama yang amat ganas sekarang mulai tak mau lagi mengaung di negerinya sendiri.
Ketajaman
bambu itu seakan-akan terbajak dan termanfaatkan oleh negeri orang. Sedangkan
negeri asal dari bambu itu sendiri menderita tak punya senjata untuk melawan
ganasnya era globalisasi. Lantas apa sebenarnya yang terjadi? Apakah salah kami
yang hanya bisa beropini dan berorasi tanpa ada aksi? Atau salah mereka yang
lebih senang mengaung di negeri orang tanpa memperdulikan negeri tempat mereka
dilahirkan? Mungkin tidak bijak jika kita hanya bisa menuding salah satu pihak
yang salah. Mari kita telaah lebih jauh permasalhan yang ada.
Fakta
selama ini membeberkan bahwa ketika para penerus pahlawan bangsa kita berlomba-lomba
untuk bisa berjuang di negeri orang dengan hanya bermodalkan otak sama halnya
dengan pahlawan negeri kita dulu yang hanya bermodalkan bambu runcing dan
semangat nasionalisme. Ya awalnya memang mereka perang untuk negeri kita ini
dengan bermacam olimpiade internasional yang mereka ikuti, dan bisa mengibarkan
sangsaka merah putih di negeri orang. Namun selang beberapa tahun ketajaman
bambu itu seakan tak ada gunanya lagi untuk negeri dan menghilang begitu saja.
Lantas kemana mereka sekarang?
Coba
kita tengok kembali cerita pak habibi yang merupakan salah satu macan negeri
kita. Ketika negara lain sangat menghormati dan membutuhkan jasanya, ironisnya
di negara kita dia seakan-akan terbuang, tak dihormati dan tak bisa
termanfaatkan ketajamannya untuk membangun negeri. Cerita pak habibi diatas
hanya sebagian kisah yang terjadi di negeri ini. Mungkin karena semua itu macan
yang seharusnya bisa mengaung untuk negerinya sendiri seakan-akan hilang begitu
saja. Rasa nasionalisme yang ada dalam diri mereka seakan-akan punah dengan tak
dihargai pengabdiannya untuk negeri.
Ketika
putra bangsa ingin mengabdi, ironisya negeri kita ini lebih percaya dengan
delegasi-delegasi dari negeri orang yang hanya bisa mengeruk kekayaan yang kita
punya demi tercapainya kemajuan bangsanya sendiri. Putra bangsa seolah-olah tak
dipercayai untuk membangun negerinya. Jadi tak sepatutnya jika kita menyalahkan
macan kita itu pergi tak berbekas dari negeri kita ini. Rasa nasionalisme yang
dulunya ditanamkan dalam diri mereka nampaknya akan hilang begitu saja dan
pergi ke negeri orang demi mecari majikan yang lebih bisa menghargai mereka.
Hilangnya
ngaungan dan ketajaman nasionalisme bukan merupakan kesalahan dia atau mereka.
Tapi semua itu merupakan aib kita semua yang patut kita rubah demi terciptanya
kemajuan negeri ini. Jika kita lihat dalam kamus besar bahasa indonesia (KBBI)
definisi dari naionalisme itu erat kaitannya dengan kebersamaan. Jadi mari kita
berjuang bersama supaya ngaungan dan ketajaman jiwa nasionalisme ini terdengar
lagi ke negeri sebrang yang membuat negeri ini bisa menerkam sampai ke negeri
orang.
Saya sangat menunggu saran dan kritikan yang membangun dari kalian semua, please contact me in line or other (click for detail) for disscus with me. we can sharing other opinion. hatur thankyou :)
0 komentar:
Posting Komentar